Kenapa Allah SWT tidak menolong saya
Meta Data Kajian
- Pemateri: Ustadz Muhammad Nuzul Dzikri, Lc
- Materi: Riyadush Shalihin
- Sub Materi: BAB 50 | Al-Khauf (rasa takut kepada Allah)
- Tanggal: 2025-11-21T00:00:00.000+07:00
- Link Kajian: https://www.youtube.com/live/waU1P7fJsac?si=_pkK_Zr6VF0A3Br5
Catatan Kajian
Kajian ini merupakan sesi tanya jawab, dengan poin utama seputar sifat rasa takut (khauf) dan kaidah pengecualian (mustatsnaat) dalam hidup.
1. Rasa Takut (Khauf) sebagai Kunci Sukses Mukmin
-
Rasa Takut adalah Kekuatan: Sifat takut kepada Allah (
khauf) bukanlah hal yang membuat hidup seorang mukmin hancur, paranoid, atau terpuruk. Sebaliknya, rasa takut adalah kunci sukses dan kekuatan [04:16]. -
Digabungkan dengan Cinta dan Harap: Rasa takut harus disandingkan dengan rasa cinta dan harap kepada Allah. Jika digabungkan, hasilnya akan selalu berhasil [04:37].
-
Contoh Ulama: Diceritakan tentang Yazid yang mengatakan tidak pernah melihat orang yang lebih takut kepada Allah daripada Al-Hasan dan Umar bin Abdul Aziz, seakan-akan neraka diciptakan hanya untuk mereka berdua. Namun, hasil dari rasa takut tersebut membuat mereka menjadi orang-orang besar dengan pencapaian yang luar biasa di dunia [05:00]. Mereka justru menjadi orang yang paling tenang dan bahagia [06:29].
2. Jawaban untuk Pertanyaan "Kenapa Allah Tidak Menolong Saya?"
Pertanyaan dari jemaah: "Apakah Allah murka dan tidak menginginkan kebaikan untuk saya sehingga Allah mengelilingi diri saya dengan setan... sehingga saya bermaksiat dan tidak mampu salat dengan benar serta tidak mampu menuntut ilmu? Kenapa Allah tidak menolong saya?"
-
Husnuzan (Berbaik Sangka) kepada Allah: Kita harus berbaik sangka kepada Allah, sebagaimana Allah berfirman, "Aku tergantung prasangka hamba-Ku terhadap diri-Ku" [08:27].
-
Tanda-tanda Pertolongan Allah: Pertanyaan yang diajukan dengan adab, menggunakan bahasa yang tersusun rapi, dan adanya kekhawatiran dari penanya justru merupakan pertolongan (taufik) dari Allah [09:05]. Jika Allah tidak menolong, mustahil penanya bisa bertanya dengan gaya bahasa seperti itu.
-
Ciri Orang Beriman: Khawatir akan kemunafikan, ria, atau ketidakjujuran adalah ciri orang beriman. Orang munafik tidak akan bertanya seperti itu, melainkan akan mengklaim diri [10:41].
-
Butuh Proses: Untuk mendapatkan salat yang khusyuk butuh proses yang panjang, bahkan bagi para ulama besar. Oleh karena itu, kita perlu terus optimis, berbaik sangka, banyak istigfar, dan terus mengejar ilmu yang bermanfaat dengan mengikuti kajian rutin dan mengamalkannya [14:02].
3. Kaidah Pengecualian (Mustatsnaat)
Pertanyaan dari jemaah: "Kesalehan orang tua membawa pengaruh kepada anak. Namun, ayah Nabi Ibrahim tidak mendapat hidayah, dan anak Nabi Nuh juga tidak mendapat hidayah. Mohon penjelasannya."
-
Setiap Kaidah Umum Ada Pengecualian: Dalam hidup, setiap kaidah umum (universal) ada kasus-kasus anomali atau pengecualian (likulli qaa'idatin mustatsnaat) [16:19]. Contohnya adalah kelahiran Nabi Isa tanpa ayah, atau kelahiran bayi yang tidak memiliki tempurung kepala, padahal secara umum bayi lahir dengan tempurung kepala [17:15].
-
Tujuan Adanya Pengecualian:
-
Menunjukkan Kekuasaan Allah: Ini menunjukkan bahwa Allah Maha Berkuasa dan Maha Besar, dan kita tidak bisa 100% mengandalkan kaidah umum [18:46].
-
Mendorong Kita untuk Bertawakal: Pengecualian membuat kita yang berakal sehat dan beriman untuk selalu bertawakal (bergantung) kepada Allah, karena selalu ada "peluang kejutan" yang tidak sesuai dengan SOP atau kaidah umum [19:13].[Hidup itu tidak satu warna|19:13].[[Hidup itu tidak satu warna]]
-
Ujian (Ibtila'): Untuk menguji apakah kita bersyukur atau malah tertipu dan membanggakan diri sendiri [21:39]. Nabi Isa alaihissalam, saat bisa bicara di buaian, segera mengembalikan semua ke Allah ("Sesungguhnya saya hamba Allah, Allah yang memberikan Alkitab dan Allah akan menjadikan aku seorang nabi") [25:25].
-
Menumbuhkan Optimisme: Adanya pengecualian (khususnya yang positif) membuat kita tidak pesimis ketika kaidah umum seolah menutup kesempatan. Jika Allah berkehendak (Kun Fayakun), segala hal yang dianggap mustahil (misalnya hafal Quran di usia 60 tahun, atau mendapat jodoh berkualitas meski merasa tidak layak) bisa terjadi [33:07].
-
Kesimpulan: Kita harus terus hidup optimis, bersemangat, dan berjuang, karena yang menentukan bukanlah kelemahan kita, melainkan Allah Al-Qawi, Al-'Aziz, Ar-Rahman, Ar-Rahim [38:23].